17 Februari 2018

TANAMAN TRANSGENIK


PENDAHULUAN
Tanaman transgenik pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman.
Secara sederhana tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipan gen ini melalui suatu vektor (perantara) yang biasanya menggunakan bakteri Agrobacterium tumefeciens untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki (Muladno, 2002). .
Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah :
1.       menghambat pelunakan buah (pada tomat).
2.       tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.
3.       meningkatkan nilai gizi tanaman. Dan
4.       meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.
Apakah rekayasa genetik? Rekayasa adalah rancang bangun (otak atik) sedangkan genetik dari kata gen yang berarti materi pembawa sifat dari makhluk hidup. Sebagai contoh ada mangga yang rasanya manis ada juga yang rasanya kurang manis, meskipun sama-sama buah mangganya dan tumbuh pada tanah yang sama tapi mempunyai rasa yang berbeda.
Sifat-sifat itu dikendalikan oleh suatu zat yang disebut gen. Gen inilah yang memegang kendali mengapa angrek berbunga dan tomat berbuah. Sederhananya apabila kita dapat mengisolasi potongan gen yang menyebabkan tomat berbuah lalu potongan gen itu disisipkan pada gen angrek, maka angrek yang tidak berbunga tetapi berbuah tomat, seperti yang terjadi di Jepang.
  
SEJARAH
Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai diMesopotamia. Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak. Contoh hasil pemuliaan tanaman konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat dengan tetuanya, yaitu durian liar. Hal ini dikarenakan manusia telah menyilangkan atau mengawinkan durian liar dengan varietas lain untuk mendapatkan durian dengan sifat unggul seperti durian montong.
Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia merupakan kedelai transgenik.
TANAMAN TRANSGENIK
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman.
Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup).
Teknologi Transgenik atau kloning juga sering dilakukan pada dunia peternakan, separti domba dolly yang diambil dari gen sel ambing susu domba yang ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri. Pada ikan-ikan teleostei, menghasilkan ikan yang resisten terhadap pembusukan dan penyakit.
Rekayasa Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam bidang biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenik. Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik,serta dengan produktifitas lebih tinggi (anonymous, 2010).
PEMBUATAN TANAMAN TRANSGENIK
Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).]Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewancendawan, atau bakteri. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning(agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen). Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik).
  • Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
  • Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
  • Metode elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangandinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.
Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah ini.
Jenis tanaman
Sifat yang telah dimodifikasi
Modifikasi
Foto
Padi
Mengandung provitamin A (beta-karotena) dalam jumlah tinggi.
Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom padi.
Jagung, kapas, kentang
Tahan (resisten) terhadap hama.
Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer ke dalam tanaman.
Tembakau
Tahan terhadap cuaca dingin.
Gen untuk mengatur pertahanan pada cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari sianobakteri (Anacyctis nidulans) dimasukkan ke tembakau.
Tomat
Proses pelunakan tomat diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.
Gen khusus yang disebut antisenescens ditransfer ke dalam tomat untuk menghambatenzim poligalakturonase (enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat). Selain menggunakan gen dari bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi gen yang telah dimiliknya secara alami.
Kedelai
Mengandung asam oleat tinggi dan tahan terhadap herbisidaglifosat. Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut, hanya gulma di sekitar kedelai yang akan mati.
Gen resisten herbisida dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat
Ubi jalar
Tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan virus.
Gen dari selubung virus tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan dibantu dengan teknologiperedaman gen.
Kanola
Menghasilkan minyak kanola yang mengandung asam laurat tinggi sehingga lebih menguntungkan untuk kesehatan dan secara ekonomi. Selain itu, kanola transgenik yang disisipi gen penyandi vitamin E juga telah ditemukan.
Gen FatB dari Umbellularia californica ditransfer ke dalam tanaman kanola untuk meningkatkan kandungan asam laurat.
Pepaya
Resisten terhadap virus tertentu, contohnya Papaya ringspot virus(PRSV).
Gen yang menyandikan selubung virus PRSV ditransfer ke dalam tanaman pepaya.
Melon
Buah tidak cepat busuk.
Gen baru dari bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi pembentukan hormon etilen (hormon yang berperan dalam pematangan buah) di melon.
Bit gula
Tahan terhadap herbisida glifosat dan glufosinat.
Gen dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dan cendawan Streptomyces viridochromogenesditransfer ke dalam tanaman bit gula.
Prem (plum)
Resisten terhadap infeksi virus cacar prem (plum pox virus).
Gen selubung virus cacar prem ditransfer ke tanaman prem.
Gandum
Resisten terhadap penyakit hawar yang disebabkan cendawanFusarium.[25]
Gen penyandi enzim kitinase (pemecah dinding sel cendawan) dari jelai (barley) ditransfer ke tanaman gandum.
APLIKASI YANG TELAH DIKEMBANGKAN
Beberapa tanaman transgenik telah diaplikasikan untuk menghasilkan tiga macam sifat unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang dihasilkan tidak mudah busuk. Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat tahan hama telah diproduksi secara massal dan dipasarkan di dunia. Gen asing yang banyak digunakan untuk sifat resistensi hama ini adalah gen penyandi toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis. Sejak tahun 1996, Monsanto, salah satu perusahaan multinasional di bidang bioteknologi, telah menjual benih kapas transgenik dengan merek dagang "Bollgard". Selain itu, tanaman kedelai dan kanola tahan herbisida juga telah dijual ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan merek "Roundup Ready".
Tanaman tomat transgenik dengan sifat pematangan buah diperlambat pernah diproduksi oleh Calgene pada tahun 1994 dan dipasarkan di Amerika Serikat dengan merek "Flavr Savr".Biasanya, tanaman tomat alami dipanen dalam keadaan masih hijau dan belum matang kemudian disemprot dengan gas etilen untuk membuat buah matang dan berwarna merah. Namun, rasa tomat yang dihasilkan umumnya kurang terasa. Tujuan pembuatan tomat transgenik tersebut adalah untuk memperpanjang masa simpan dan menghindari pembusukan buah selamatransportasi dari lahan penanaman ke tempat penjualan. Namun, penjualan Flavr Savr ditarik dalam waktu kurang dari setahun karena alasan kesehatan dan penjualannya mengalami kerugian. Produk tersebut tidak banyak terjual karena harganya dua kali lipat dari tomat biasa namun rasa yang dihasilkan sama.
APLIKASI YANG SEDANG DIKEMBANGKAN
Dalam tahap penelitian, tanaman transgenik sedang diaplikasikan untuk menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, seperti vitamin A dan vaksin. Untuk produksi vaksinyang dapat dimakan (edible vaccine), contoh tanaman yang sedang dikembangkan adalah pisangkentang, dan tomat. Salah satu tanaman transgenik yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah penderita defisiensi (kekurangan) vitamin A adalah padi emas. Aplikasi lain yang sedang dikembangkan adalah penggunaan tanaman untuk membersihkan polusi tanah dari senyawa beracun (seperti arsen) dan logam berat (contohnya merkuri). Gen asing dari bakteri ditransfer ke dalam tembakau dan Arabidopsis sehingga kedua tanaman tersebut dapat menarik merkuri dalam tanah dan mengubahnya menjadi senyawa yang mudah menguap serta tidak berbahaya.
Tanaman Arabidopsis juga dikembangkan untuk memproduksi poli(3-hidroksibutirat) atau PHB, suatu bahan pembentuk plastik yang mudah diurai (biodegradable). Sebagian besar plastik yang ada dibuat dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, salah satunya adalah minyak bumi. Untuk mengurangi penggunaan sumber daya tersebut, digunakan PHB yang dihasilkan oleh bakteri, seperti Alcaligenes eutrophus. Empat pen pembentuk PHB dari bakteri tersebut telah ditransfer ke Arabidopsis sehingga tanaman tersebut dapat menghasilkan PHB. Penelitian tentang PHB dari tumbuhan masih dalam tahap pengembangan sebelum diproduksi massal.
DAMPAK TANAMAN TRANSGENIK TERHADAP LINGKUNGAN
Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan tahun 1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap tanaman transgenik. Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi tanpa resiko”, dan memang masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan dikontrol dalam pengembangan tanaman transgenik ini.
 
            Adapun beberapa pengaruh negatif  dari produk tanaman transgenik yang dapat mengancam lingkungan sebagai berikut:
1.     Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut (anonymous, 2010).
Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
 
2.     Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.
Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
 
3.     Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
 
4.     Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
 
5.     Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga. Penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.
 
Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya. Sebagai contoh gen Cry I pada Bt hanya kompatibel terhadap serangga golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel terhadap serangga golongan Coleoptera.
Selain itu, gen-gen tersebut hanya dapat berfungsi pada usus serangga yang berpH basa. Sedangkan pada usus manusia, tidak terdapat reseptor gen Bt dan memiliki pH usus yang bersifat asam. Dengan demikian, tanaman yang mengandung Bt Toxin merupakan pestisida alami yang aman bagi serangga, hewan dan manusia. Percobaan memberi makan tikus dengan kentang transgenik Bt var. Kurstaki Cry 1. Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan gejala villus ephitelial cell hypertrophy, multinucleation, disrupted microvili, degenerasi mitokondrial, peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles, serta pengaktifan crypt paneth cell.
Timbul pula kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi (anonymous, 2010).  Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen.
Alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen. Allergen memiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Dalam hal ini, lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan tetapi, memang saat ini belum ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji makanan RG yang bersifat allergen, sehingga kasus ini masih berupa prediksi yang belum jelas kesimpulannyaKekhawatiran terhadap kemungkinan menyebabkan bakteri pada tubuh manusia dan tahan antibiotik. Kekhawatiran lain muncul pada tanaman yang diintroduksi antibiotik Kanamicyn R (Kan R) ke tanaman, diduga menyebabkan bakteri dalam tubuh menjadi resisten  terhadap antibiotik.
Sampai saat ini belum ada laporan ilmiah di Indonesia yang membuktikan mengenai bahaya produk transgenik, selain reaksi alergis (produk ini telah ditarik dari pasaran). Sehingga,sampai saat ini, tanaman transgenik masih layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi, memang diakui bahwa publikasi mengenai resiko makanan produk RG terhadap hewan dan manusia, masih sangat sedikit.
Padahal mungkin sebenarnya dampak negatif konsumsi tanaman transgenik sudah banyak terjadi di masyarakat hanya saja tidak banyak data yang membuktikannya. Di negara maju seperti Amerika, urusan mengenai produk RG ditangani oleh FDA (Badan Makanan dan Obat-Obatan Amerika).  Pihak FDA ini membuat pedoman keamanan pangan melalui telaah ulang produk transgenik, dengan didasarkan uji reaksi sifat alergen-non alergen, analisis nutrisi, sifat potensial toksisitas-non toksisitas, sifat fenotip dan reaksi molekuler. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman transgenik yang diproduksi saat ini masih dalam tahap uji coba, sehingga untuk mengkonsumsinya, dibutuhkan sikap kritis dan ketelitian masyarakat dalam mencari informasi dan penggunaannya.
Indonesia perlu mewaspadai masuknya produksi tanaman yang sudah dimodifikasi secara genetik (transgenik), karena sekarang di Amerika 27 % produksi kedelai dan 24 % produksi jagungnya berasal dari hasil rekaysa genetika . demikian juga dengan hasil tanaman lain seperti tomat dan kanola. Kewaspadaan itu perlu mengingat indonesia mengimpor kedelai dan jagung dari Amerika dengan jumlah yang cukup besar, umumnya ada tiga gen yang diintroduksi ke tanaman, yaitu ketahanan herbisida, ketahanan tehadap penyakit, memperbaiki mutu panen. namu dampaknya tehadap lingkungan dan ketergantungan ekonomi perlu dikaji lebih lanjut.
Terhadap lingkungan tanaman transgenik dengan modifikasi tahan terhadap virus dapat memunculkan strain virus dulu yang lebih ganas dan dapat memunculkan gulma super yang tahan herbisida. Tipe kubis-kubisan yang diberi gen ketahanan terhadap herbisida serbuk sarinya membuahi tanaman yang merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang dihasilkan berkembang menjadi gulma yang tahan terhadap herbisida. Burung yang makan dari tanaman transgenik akan menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman jagung yang telah ditambahkan gen tahan serangga bakteri baccilus serangga disekitar kebun akan menurun daya hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi merusak pencernaan pada serangga, sehingga berfungsi sebagai insectisida.
Insectisida yang terkandung pada jagung dapat mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Secara garis besar,  yang  dikhawatirkan dari  tanaman transgenik adalah:
1.       Terjadinya silang luar
2.       Adanya efek kompensasi
3.       Munculnya  hama target  yang tahan terhadap insektisida
4.       Munculnya efek samping  terhadap hama non target (Muladno, 2002)
KONTROVERSI
 
            Kampanye penolakan jagung Bt di Kenya, Afrika.
Perkembangan tanaman transgenik dapat diterima dengan baik oleh Amerika SerikatArgentinaCina, dan Kanada. Namun, banyak negara Eropa yang menolak tanaman transgenik karena kekhawatiran terhadap potensi gangguan kesehatan konsumen dan kerusakan lingkungan.
PENGARUH PADA KESEHATAN MANUSIA
Sikap kontra terhadap produk tanaman transgenik umumnya berasal dari organisasi non-pemerintah/LSM, seperti Greenpeace dan Friends of the Earth Internasional. Dari segi kesehatan, tanaman ini dianggap dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi) baru bagi manusia. Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan melakukan berbagai pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Apabila berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak akan dikembangkan lebih lanjut. Kekhawatiran lain yang timbul di masyarakat adalah kemungkinan gen asing pada tanaman transgenik dapat berpindah ke tubuh manusia apabila dikonsumsi. Pendapat tersebut dinilai berlebihan oleh para ilmuwan karena makanan yang berasal dari tanaman transgenik akan terurai menjadi unsur-unsur yang dapat diserap tubuh sehingga tidak akan ada gen aktif. Untuk memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam memilih produk transgenik atau produk alami, berbagai negara, khususnya negara-negara Eropa, telah melakukan pemberian label terhadap produk transgenik. Pelabelan tersebut juga bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen sebelum mengonsumsi hasil tanaman transgenik.
PENGARUH PADA LINGKUNGAN (EKOLOGIS)
Peta penerimaan produk transgenik di dunia.
Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik muncul karena dianggap berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah terbentuknya hama atau gulma super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan. Kekhawatiran ini terlihat jelas pada perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu. Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi dengan tanaman tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap racun Bt. Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut terkena dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu (Asclepias) yang terkena serbuk sari dari jagung Bt. Penelitian mengenai kupu-kupu Monarch tersebut dapat disanggah oleh studi lainnya yang menyatakan bahwa kupu-kupu tersebut mati karena habitatnya dirusak dan hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan jagung Bt. Di sisi lain, penggunaan tanaman transgenik seperti jagung Bt telah menurunkan penggunaan pestisida secara signifikan sehingga mengurangi pencemaran kimia ke lingkungan. Selain itu, petani juga merasakan dampak ekonomis dengan penghematan biaya pembelian pestisida.
Kontroversi lain yang berkaitan dengan isu ekologi adalah timbulnya perpindahan gen secara tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain di alam melalui penyerbukan (polinasi). Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan hingga menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan sifat yang tidak diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan. Sebagai tindakan pencegahan, beberapa tanaman yang disisipi gen untuk mempercepat pertumbuhan dan reproduksi tanaman, seperti: alfalfa (Medicago sativa), kanolabunga matahari, dan padi, disarankan untuk dibudidayakan pada daerah tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah penghalang. Hal itu dilakukan untuk menekan perpindahan serbuk sari ke tanaman lain, terlebih gulma. Apabila gulma memiliki gen tersebut maka pertumbuhannya akan semakin tidak terkendali dan dengan cepat dapat merusak berbagai daerah pertanian di sekitarnya. Hingga sekarang belum terdapat petunjuk bahwa transfer horizontal ini telah menyebabkan munculnya "gulma super", meskipun telah diketahui terjadi transfer horizontal.


PENGARUH ETIKA DAN AGAMA
Dari segi etika, pihak yang kontra dengan tanaman transgenik menganggap bahwa rekayasa atau manipulasi genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak menghormati penciptaan Tuhan. Perubahan sifat tanaman dengan penambahan gen asing juga dianggap sebagai tindakan "bermain sebagai Tuhan" karena mengubah makhluk yang telah diciptakan-Nya. Pemikiran teologis Katolik memandang bahwa manipulasi atau rekayasa genetik merupakan suatu kemungkinan yang disediakan oleh Tuhan karena tanaman diberikan kepada manusia untuk dipelihara dan dimanfaatkan. Dalam sudut pandang agama tersebut, modifikasi genetika tanaman tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun kelestarian alam juga harus diperhatikan karena merupakan tanggung jawab manusia. Dalam menanggapi isu tentang tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan Islam di Amerika (IFANCA) menyatakan bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh umatIslam. Untuk tanaman yang disisipi gen dari binatang haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut Masbuh, yang berarti masih diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya. Sertifikasi makanan yang telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), Liga Muslim DuniaArab Saudi, dan pemerintah Malaysia.
Pihak yang mendukung tanaman transgenik menganggap bahwa transfer gen dari suatu makhluk hidup ke makhluk lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa terjadi di alam sejak pertama kali berlangsungnya kehidupan. Mereka juga berargumen bahwa persilangan berbagai jenis padi yang dilakukan untuk mendapatkan padi dengan sifat unggul telah dilakukan para petani sejak dahulu. Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari telah mencampur gen-gen yang ada di tanaman tersebut. Para ilmuwan hanya mempercepat proses transfer gen tersebut secara sengaja dan sistematis.
PENGARUH TERHADAP EKONOMI GLOBAL
Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang besar dan umumnya dilakukan oleh perusahaan perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju.Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi akan dipatenkan. Di dalam salah satu laporan kerja Komisi Eropa, disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli pada produsen dari negara maju. Ketergantungan para petani terhadap produsen juga semakin meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri".Sebagian tanaman transgenik disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak). Hal ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik setiap kali akan melakukan penanaman Para petani di negara-negara dunia ketiga khawatir bila harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten dan mekanisme "gen bunuh diri" yang dilakukan oleh produsen benih. Jika petani tersebut tidak mampu membeli benih transgenik maka kesenjangan ekonomi antara negara penghasil tanaman transgenik dan negara berkembang sebagai konsumen akan semakin melebar. Salah satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan tersebut pernah dilakukan oleh Yayasan Rockefeller. Yayasan yang berpusat di Amerika Serikat tersebut telah menjual benih transgenik dengan harga yang lebih murah kepada negara-negara miskin.
Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan tanaman transgenik telah mengakibatkan terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para petani di negara tersebut. Mereka takut akan menderita kerugian ekonomi apabila tidak mampu bersaing di pasar global dengan negara pengekspor serealia lainnya.
TANAMAN TRANSGENIK DI INDONESIA
Pertanian di Indonesia belum menghasilkan tanaman transgenik sendiri.
Pada tahun 1999, Indonesia pernah melakukan uji coba penanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan. Uji coba itu dilakukan oleh PT Monagro Kimia dengan memanfaatkan benih kapas transgenik Bt dari Monsanto. Hal itu mendatangkan banyak protes dari berbagai LSM sehingga pada bulan September 2000, areal kebun kapas transgenik seluas 10.000 ha gagal dibuka. Pada tahun yang sama, kampanye penerimaan kapas transgenik diluncurkan dengan melibatkan petani kapas dan ahli dalam dan luar negeri. Kasus tersebut berlangsung dengan pelik hingga pada Desember 2003, pemerintah Indonesia menghentikan komersialisasi kapas transgenik. Suatu studi kelayakan finansial terhadap kapas transgenik sempat dilakukan pada tahun 2001 di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu BulukumbaBantaeng, dan Gowa Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa budidaya kapas transgenik lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan kapas nontransgenik.
Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang) telah menargetkan Indonesia untuk memiliki padi dan jagung transgenik di tahun 2010 sehingga tidak perlu lagi melakukan impor beras dan jagung. Menurut Dr. Ir. Sutrisno, Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Indonesia telah melakukan penelitian di bidang rekayasa genetika tanaman yang seimbang bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, dalam hal komersialisasi produk transgenik tersebut, Indonesia dinilai agak tertinggal. Melalui BB-Biogen, berbagai riset tanaman transgenik yang meliputi padikedelaipepayakentangubi jalar, dan tomat, masih terus dilakukan oleh Indonesia. Pada tahun 2010, sebanyak 50% dari kedelai impor yang digunakan di Indonesia merupakan produk transgenik yang di antaranya didatangkan dari Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan sebagian besar produk olahan kedelai, seperi tahu,tempe, dan susu kedelai telah terbuat dari tanaman transgenik.
Untuk mengatur keamanan pangan dan hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman transgenik, Menteri PertanianMenteri Kehutanan dan PerkebunanMenteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura telah mengeluarkan keputusan bersama pada tahun 1999. Keputusan tentang "Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman" No.998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan pangan. Di dalamnya juga diatur pemanfaatan produk tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan kesehatan manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.
DETEKSI TANAMAN TRANSGENIK
Strip untuk mendeteksi jagung transgenik.
Mesin untuk reaksi berantai polimerase (PCR).
Untuk mendeteksi dan membedakan tanaman transgenik dengan tanaman alamiah lainnya, telah dikembangkan beberapa teknik dan perangkat uji. Salah satu uji kualitatif yang cepat dan sederhana adalah strip aliran-lateral (semacam tongkat ukur). Benih tanaman yang akan diuji dihancurkan terlebih dahulu kemudian strip tersebut dicelupkan ke dalamnya. Apabila dalam waktu 5-10 menit muncul dua garis pada strip maka sampel tersebut positif merupakan tanaman transgenik, sedangkan bila hanya satu pita yang didapat maka hasil yang diperoleh adalah negatif. Teknik ini berdasarkan pada deteksi keberadaan protein atau antibodi spesifik dari tanaman transgenik
Uji lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi tanaman transgenik adalah reaksi berantai polimerase (PCR) dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Uji PCR merupakan salah satu metode diagnostik molekular yang mendeteksi DNA atau genpada tanaman transgenik secara langsung. Sementara itu, ELISA dan strip aliran-lateral merupakan metode imunodiagnostik (metode diagnostik menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi) yang mendeteksi protein hasil ekspresi gen pada tanaman transgenik.
KESIMPULAN
1.       Tanaman transgenik adalah tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman.
2.       Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah :
a)      menghambat pelunakan buah (pada tomat)
b)      tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
c)       meningkatkan nilai gizi tanaman
d)      meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan   kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.
3.       Dampak tanaman transgenik terhadap lingkungan, dapat memunculkan strain virus yang lebih ganasgulma super yang tahan herbisida.
4.       Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik yang dapat menimbulkan keracunan, alergi, dan bakteri pada tubuh manusia akan tahan terhadap antibiotik.
5.       Perlu dilakukan pengujian secara lanjut terhadap produk tanaman transgenik yang beredar dipasaran agar tidak berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1626834-amankah-mengkonsumsi-tanaman-transgenik/
http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/04/tanaman-transgenik.html
Muladno,  MSA.  2002.    Seputar  Teknologi  Rekayasa  Genetika.   Bogor.   Pustaka Wirausaha Muda.  

Tidak ada komentar: